Wednesday, October 21, 2015

Penyebab Konflik Suriah

KONFLIK SURIAH, PENYEBAB DAN SOLUSINYA
(RENUNGAN UNTUK PERJUANGAN)
Konflik Suriah yang dimulai sejak demonstrasi di kota Dharaa, 11 Maret 2011 lalu sampai detik ini tidak juga menunjukkan tanda-tanda akan berkhir, tapi justru semakin kacau seiring ancaman AS yang akan menyerbu negara itu.
Hal ini diperburuk dengan adanya campur tangan dari pihak-pihak luar Suriah dengan berbagai kepentingannya. Ada yang mendukung AS dengan menyediakan pangkalan militer dan segala logistik yang diperlukan (Turki, Arab Saudi dan Qatar). Ada pula yang mendukung rezim jika memang terjadi agresi AS terhadap Suriah (Rusia, China, Iran dan Lebanon)
Akibat dari konflik itu, anak-anak kehilangan orang tuanya, wanita kehilangan suami dan keluarganya, dan keluarga kehilangan harta benda mereka. Rakyat Suriah terancam kehilangan masa depan karena akses pendidikan yang terputus.
Belum lagi jumlah korban meninggal yang sudah mencapai lebih dari 110 ribu jiwa, ditambah jutaan lainnya yang kehilangan tempat tinggal dan harus menjadi pengungsi di luar negaranya. Sungguh hal itu sebuah keadaan yang memilukan. Tragedi ini hendaknya membuka mata bagi siapa saja yang terlibat dalam konflik Suriah untuk berpikir ribuan kali jika ingin meneruskan aksi militernya.
Lantas, apa penyebabnya sehingga hal itu terjadi dan menyebabkan jutaan manusia menjadi korbannya
Fitnah Kekuasaan
Rezim bashar assad ingin mempertahankan kekuasaannya. Ia mengklaim dirinya adalah presiden yang terpilih secara yang sah dan mendapatkan legitimasi dari rakyat suriah sehingga segala cara untuk menggulingkan pemerintahannya adalah bentuk kudeta ilegal yang bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Sementara itu, dari pihak oposisi, ada yang mengatakan mereka ingin menggulingkan pemerintahan Assad karena dinilai terlalu banyak koban yang terdholimi, terutama dari pihak Muslim (Sunni). Mereka merasa perlu untuk menggulingkan pemerintahan assad dan menggantinya dengan pemeritahanan baru yang berdasar pada syariat Islam.
Oposisi yang lain, dari kalangan sekuler mengatakan bahwa mereka ingin memberlakukan demokrasi di Suriah yang selama ini terbungkam oleh sistem pemerintahan yang ada. Mereka ingin meniru negara-negara barat yang telah berpuluh-puluh tahun mempraktekkannya.
Satu hal yang perlu direnungkan untuk para “ mujahid” yang sedang berjuang di Suriah, benarkah Rasulullah dan para sahabatnya dulu dalam berda’wah membela kaum muslimin disertai dengan merebut kekuasaan? Benarkah hijrahnya rasulullah ke Yasrib karena ingin berkuasa dan menegakkan daulah disana? Ini yang patut kita renungkan dalam perjuangan.
Dalam Shahih Bukhari no. 7148 dari Abu Hurairah Ra bahwasanya beliau bersabda, "Kalian akan berambisi atas kekuasaan dan akan menjadi penyesalan pada hari kiamat...".
Seorang pakar sejarah Islam, Qomaruddin Basyuni pernah mengisahkan, ketika itu Muawiyah yang menjadi Wali (Gubernur) di Syam mengajukan proposal kepada khalifah Umar untuk melakukan ekspansi ke Eropa. Namun sang khalifah menolak rencana tersebut dengan alasan nyawa seorang muslim lebih berharga dari pada daratan Eropa dan seluruh kekayaan alamnya. Akhirnya, rencana itu urung dilaksanakan, namun ketika Mu’awiyah menjadi khalifah, rencana tersebut dilaksanakannya.
Ketahuilah, bahwa ambisi terhadap kehormatan sangat membahayakan pelakunya, ia akan menghalalkan segala macam cara dalam usahanya mencapai tujuan, dan juga sangat membahayakan orang-orang disekelilingnya ketika telah mendapatkan kehormatan di dunia. Ia akan mempertahankan statusnya meskipun harus melakukan kezhaliman, kesombongan dan kerusakan-kerusakan yang lain sebagaimana dilakukan oleh penguasa yang zalim saat ini maupun pada masa terdahulu.
Rasulullah Saw juga memperingatkan mereka yang sedang berkuasa yang lari dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan rakyat dan tidak bekerja untuk kepentingan rakyatnya, dengan sabda beliau, "Siapa yang diberikan Allah kekuasaan mengurus urusan kaum Muslimin, kemudian ia tidak melayani mereka dan keperluan mereka, maka Allah tidak akan memenuhi kebutuhannya.” (Riwayat Abu Daud).
Hadits-hadits yang ada lebih banyak menggambarkan pahitnya menjadi pemimpin ketimbang manisnya. Sedang mereka (Rasul dan para sahabat) adalah generasi yang lebih mengutamakan kesenangan ukhrowi daripada kenikmatan duniawi. Itulah yang dapat ditangkap dari keberatan mereka.
Para pemburu kekuasaan itu beralasan, jika kepemimpinan itu tidak direbut, maka ia akan dipegang oleh orang-orang fasik dan tangan tak amanah yang akan menyebarkan kemungkaran dan maksiat. Tapi jika ia dipegang oleh orang soleh dan beriman, akan dapat mewujudkan kemaslahatan bagi masyarakat luas. Alasan ini memang indah kedengarannya.
Namun kenyataannya, semua yang berebut jabatan mengklaim bahwa ia lebih baik dari yang sedang memimpin. Dan tidak ada yang dapat memberi jaminan bahwa jika ia memimpin, keadaan akan menjadi lebih baik.
Kemudian merekapun menyiapkan alasan-alasan pembelaan; antara lain, merubah sesuatu tak bisa sekejap mata, tetapi harus bertahap, menilai sesuatu tak boleh hitam-putih, apa yang ada sekarang sudah lebih baik dari masa sebelumnya.
Tengoklah perjuangan muslimin di Libya, Tunisia, Mesir dan Irak. Para aktivis muslim memiliki idealisme tinggi untuk dapat merubah sistem dalam pemerintahannya. Namun hingga saat ini, belum tampak hasil yang signifikan dalm mencapai target yang dimaksud.
Penulis salut dengan semangat para mujahidin yang gigih ingin membela saudara-saudara seiman di Suriah yang terdhalimi akibat kediktatoran dari rezim yang ingin menghanguskan kelompok tertentu yang mereka anggap berbahaya.
Namun yang perlu dicermati dan direnungkan bersama adalah apakan dengan turun ke Suriah, menggulingkan kekuasaan rezim dan menggantinya dengan sistem baru dengan menggunakan cara militer dan kudeta akan memperkecil masalah atau justru malah menimbulkan masalah baru yang lebih besar?
Penulis berpendapat dalam konflik Suriah ini, solusi politik bukanlan pilihan tepat mengingat banyaknya pihak yang bermain disana. Keputusan yang dianggap baik menurut satu pihak belum tentu dipandang tepat untuk pihak yang lain. Satu-satunya yang bisa menyelesaikan krisis itu adaah kembali kepada syareat agama Islam.
Semua pihak, baik rezim,oposisi, maupun pihak pihak terkait harus rela tunduk dan patuh kepada ketentuan agama untuk sadar sepenuhnya bahwa yang diperjuangkan bukan golongan dan pribadi namun bagi seluruh rakyat Suriah khususnya dan umumnya masyarakat internasional.
Semua pihak harus menghindarkan diri dari fitnah perebutan kekuasaan karena hal itulah yang akan mencelakaan pelakunya dan orang-orang disekitarnya. Sudah jelas, dalam konflik Suriah ini, rakyat tak berdosa yang jadi korbannya.
Kita sebagai Muslim sama-sama meyakini bahwa syariat islam mampu menjawab tantangan jaman, menyelesaikan segala problematika umat dan menjawab tantangan segala jaman, dari dulu hingga hari kiamat.
Ditengah-tengan keterpurukan sistem kapitalisme dan hancurnya ideologi sosialisme, Islamlah yang harus tampil memimpin dunia, menjadi khalifah bagi semua makhluk yang akan memberikan kesejahteraan dan kemanan bagi seluruh alam raya.
Yang diperlukan sekarang adalah seorang Imaamul Muslimin (Khalifah) yang menjadi penengah dalam konflik ini. Seperti yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya dalam menyelesaikan konflik dalam tubuh umat. PBB rasanya sudah tidak punya kredibilitas dimata masyarakat internasional karena ketidaktegasannya menghukum AS dan sekutu-sekutunya dalam konflik Irak, Libya dan Afganistan.
Penulis merasa perlu untuk berkaca dari mantan presiden RI Soeharto, dengan segala kelebihan dan kekurangannya, ia rela dilengserkan, menuruti keinginan sebagian rakyat yang menuntutnya untuk mundur dari jabatannya. Ia legowo dengan pelengseran tersebut dan tidak melakukan upaya-upaya untuk mempertahankan jabatan atau merebutnya kembali. Inilah yang perlu dicontoh oleh para pemimpin dunia.
Korban Konspirasi
Dalam Al Qur’an, Allah swt mengingatkan tentang konspirasi jahat Yahudi dan Nasrani dalam menghancurkan umat Islam.
Allah Swt berfirman, "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (Al Baqarah : 120)
Dalam sebuah buku berjudul “The Zionist Plan for the Middle East” yang dipublikasikan tahun 1982 mengatakan:
“To survive, Israel must 1) become an imperial regional power, and 2) must effect the division of the whole area into small states by the dissolution of all existing Arab states. Small here will depend on the ethnic or sectarian composition of each state. Consequently, the Zionist hope is that sectarian-based states become Israel’s satellites and, ironically, its source of moral legitimation.
Dari artikel di atas, Israel akan melakukan dua hal untuk dapat bertahan hidup di kawasan Timur Tengah (Palestina). Pertama adalah dengan menjadi kekuatan utama di kawasan tersebut. Kedua adalah dengan memecah-belah negara-negara yang berpenduduk Muslim menjadi negara kecil, memusnahkan negara-negara Arab yang menjadi ancaman bagi Israel. Untuk itu mereka akan menghembuskan isu sektarian sebagai senjata untuk meruntuhkan negara-negara Muslim, khususnya negara-negara Arab.
Rabithah Ulama Al-Muslimin (Muslim Scholars Association)/Ikatan Ulama Muslimin. Dalam sebuah Muktamar terbarunya di Istanbul, Turki yang berlangsung dari tanggal 27-28 Rabi’ul Awwal 1432 H mengingatkan kepad kaum muslimin untuk waspada terhadap konspirasi Zionis dalam memecah belah kekuatan umat Islam.
“Umat Islam harus sadar terhadap tantangan besar yang dihadapinya yang merupakan simpul yang menghambat kemajuan serta kebangkitannya, dan jawaban terhadap tantangan itu adalah menghidupkan sunnah serta mengoptimalkan pemanfaatan ilmu dan teknologi,” demikian salah satu poin keputusannya.
Makar Amerika dan sekutunya untuk menghancurkan Islam serta menjauhkan muslim dari kehidupan umat terlihat jelas terutama di Timur Tengah. Berbagai cara ditempuhnya, salah satunya melalui politik adu domba. Tujuannya satu, menghancurkan Islam. Inilah agenda utama koalisi Zionis Salibis Internasional pimpinan Amerika Serikat saat ini sebagaimana yang tertuang dalam berbagai dokumen kebijakan politik Amerika. Mereka ingin memenangkan perang dengan berbagai cara.
Pada tahun 2003, sebuah dokumen resmi berjudul CIVIL DEMOCRATIC ISLAM: Partners, Resources and Strategies, yang dikeluarkan oleh RAND Corporation, sebuah Pusat Penelitian & Pengkajian Strategi tentang Islam & Timur Tengah, yang berpusat di Santa Monica – California - Washington – Virginia. Dokumen tersebut memuat agenda komprehensif kebijakan Amerika Serikat dan sekutunya yang dijalankan di Dunia Islam selama ini, sekaligus pemetaan kekuatan Islam dan rencana-rencana untuk memecah belah dan menciptakan konflik di tengah masyarakat Islam yang dikemas melalui berbagai program bantuan untuk dunia Islam.
Isinya antara lain merekomendasikan kepada pemerintah Amerika Serikat menjalin hubungan dan kerjasama dengan kelompok modernis, tradisionalis termasuk kelompok-kelompos Sufi untuk menghadang perkembangan kelompok fundamentalis yang dianggap menghambat perkembangan demokrasi.
Dokumen lain yang terbit pada bulan Desember tahun 2004, dibuat oleh Dewan Intelijen Nasional Amerika Serikat (National Inteligent Concil/NIC) yang diketuai Robert Hutchings membuat prediksi akan masa depan dunia yang tertuang dalam laporan berjudul Mapping The Global Future. Laporan tersebut sudah diberitakan oleh harian USA Today edisi 13 Februari 2005 dan juga dikutip harian Kompas edisi 16 Februari 2005.
Inti dari laporan NIC tersebut adalah memperkirakan skenario peristiwa yang akan terjadi pada tahun 2020. Adapun kemungkinan skenario yang akan terjadi tahun 2020 menurut NIC adalah :
Dovod World: Kebangkitan ekonomi Asia dengan China dan India akan menjadi pemain penting ekonomi dan politik dunia.
Pax Americana : Dunia masih tetap dipimpin dan dikontrol oleh Amerika Serikat.
A New Chaliphate : Bangkitnya kembali KHILAFAH ISLAMIYAH, sebuah pemerintahan Islam Global.
Cycle of Fear : Munculnya lingkaran ketakutan, yaitu ancaman terorisme yang harus dihadapi dengan cara-cara kekerasan dan pelanggaran aturan, atau dengan kata lain akan terjadi kekacauan di dunia, kekerasan dibalas kekerasan.
Dokumen NIC tersebut juga meneyertakan pendapat dan pandangan dari 15 Badan Intelijen dari 15 Negara Barat yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Terhadap prediksi mengenai peran global Amerika Serikat yang dibuat pada tahun 2004 tersebut, NIC telah merevisi dengan mengeluarkan sebuah laporan baru berjudul“Mapping Global Future” yang dikeluarkan pada tahun 2008 lalu.
Pada tahun 2007, Rand Corp, kembali menerbitkan dokumen dengan judul Building Moderate Muslim Networks, yang juga didanai oleh Lembaga Donasi Smith Richardson Foundation. Dokumen terakhir ini memuat langkah-langkah strategis untuk membangun Jaringan Muslim Moderate yang Pro Barat di seluruh Dunia Islam.
Baik Rand Corporation maupun Smith Richard Foundation adalah lembaga-lembaga yang berafiliasi dengan gerakan Zionisme Internasional dimana para personilnya adalah bagian dari gerakan bawah tanah Freemasonry-Illuminati, sekte Yahudi yang berpegang pada kitab Talmud. Mereka juga selalu mengunakan istilah “Komunitas Internasional” untuk mengganti istilah Zionisme Internasional, agar maksud dan tujuan sebenarnya tersamarkan dan sekaligus memanipulasi negara-negara non Barat dan non muslim lainnya.
Kedua Dokumen produksi Rand Corp maupun prediksi National Intelligent Council tersebut sudah diadopsi sepenuhnya oleh Pentagon (Departemen Pertahanan Amerika Serikat) dan Departemen Luar Negeri AS sebagai kebijakan resmi Pemerintah Amerika Serikat yang tengah diterapkan di dunia Islam saat ini.
Kebocoran Data tentang Senjata Kimia di Suriah
Sebuah situs Mail-Online merilis kebocoran email bahwa Gedung Putih memberikan lampu hijau mengenai rencana serangan AS melalui pengiriman senjata kimia ke Suriah.
Dalam email tersebut juga dijelaskan skenario AS yang nantinya akan membuat isu bahwa rezim Suriah akan dituntut untuk bertanggung jawab yang kemudian AS akan melancarkan serangan militernya ke Suriah.
Data-data itu berisi pertukaran email antara pejabat senior Gedung putih dengan sebuah perusahaan kontraktor militer yang berbasis di Inggris, Britam Defence dengan urutan skema: “Rencana tersebut disetujui oleh Washington, didanai oleh Qatar, dan dikirim melalui pasukan oposisi di Suriah".
Pada Agustus 2013 lalu, Barack Obama menegaskan kepada Presiden Suriah Bashar Al-Assad bahwa AS tidak akan mentolerir rezim Suriah yang menggunakan senjata kimia untuk membunuh rakyatnya sendiri. Sementara itu, menurut Infowars.com, pada 25 Desember 2012, sebuah email dikirim dari Direktur Pengembangan Usaha Britam Defence, David Goulding kepada pemilik perusahaan Philip Doughty.
Dalam email itu tertulis : "Phil ... Kami punya tawaran baru. Ini tentang Suriah lagi. Qatar memberikan tawaran menarik untuk kita dan mereka katakan hal itu telah disetujui oleh Washington. Kita harus mengirimkan senjata kimia untuk Homs, sama seperti di Libya dan hal itu mirip dengan yang dimiliki Assad. Mereka ingin kita mengaturnya dan kita buat video dokumentasi dengan melibatkan orang Rusia. Terus terang, saya tidak berpikir itu ide yang baik, karena jumlah yang diusulkan sangat besar. Bagaimana Pendapat Anda? Salam, David."
Menurut Cyber War News, email di atas dirilis oleh seorang hacker Malaysia.
Itulah beberapa makar yang dilakukakan oleh Zionis Salibis Internasional dalam rangka menghambat kebangkitan Islam. Karena mereka memandang bahwa upaya umat Islam untuk kembali kepada kemurnian ajaran Islam adalah suatu ancaman bagi peradaban Dunia Modern, dan bisa mengantarkan kepada Clash of Civilization (Benturan Peradaban).
Dari pemaparan diatas, hendaknya Muslimin sadar agar tidak menjadi korban konspirasi dari Zionist internasional sehingga kekuatan umat Islam menjadi lemah dan mudah dilumpuhkan.
Bagaimanapun juga, Amerika dan Israel melihat Suriah sebagai kekuatan yang dapat membahayakan posisinya di Timur Tengah. Suriah dikenal sebagai negara yang kuat secara militer maupun intelejen sehingga menjadi ancaman serius bagi Israel.
Disamping itu, kekuatan mujahidiin di negara-negara muslim juga menjadi kekuatan tersendiri yang sewaktu-waktu dapat menjadi ancaman bagi Israel. Oleh karenanya jika dua kekuatan itu harus diadu, sehingga meringankan AS dan Israel untuk menghancurkannya.
Semoga kita tersadar dengan konspirasi jahat AS dan Israel dalam menghancurkan Islam ini. Bagaimanapun juga perjuangan membutuhkan kejelian dalam strategi sehingga tidak terjebak dalam konspirasi musuh. Wallahu a’lam bis shawab.

No comments:

Post a Comment